l nursanita nasution
    ?max-results="+numposts5+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=recentarticles1\"><\/script>");

Senin, 31 Maret 2014

Perjumpaan dengan Allah

Hidup ini bagaikan seorang musafir yang dalam perjalanannya menuju ke kampung halamannya, saat ia merasa lelah dan beristirahat sejenak di bawah pohon . Nah saat beristirahat itulah ‘kita di dunia’.  Mulai dari lahir, sekolah , remaja dan dewasa , kemudian menjadi tua dan meninggalkan dunia , karena sudah cukup beristirahat dan kembali meneruskan perjalanannya menuju kampong halamannya.

Secara umum semua orang takut menghadapi kematian. Itu manusiawi siapapun merasakan yang demikian . Muncul banyak pertanyaan: apakah benar bahwa jiwanya tidak mati , pada saat fisik dan batang otaknya mati ? Masuk kehidupan jenis apakah berikutnya ? Ini pertanyaan wajar karena kita belum pernah mendengar orang yang sudah mati , kembali ke dunia dan  bercerita apa yang ada di ‘balik’ kehidupan sekarang ini . Namun sebagai orang beriman kepada yang gaib tentulah kita akan percaya kepada Allah swt maupun apa yang disampaikan Rasululah saw, meyakini ucapannya bahwa :“ Barangsiapa yang membenci pertemuan dengan Allah maka Allah membenci bertemu dengannya” (HR Bukhori dan Muslim).

Kecintaan kepada Allah akan membawa seseorang memimpikan bertemu kepada Allah swt. Tentulah ia ingin bertemu Allah dalam kondisi terbaiknya. Untuk itu ia akan mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Ia akan senantiasa  menjaga hari-harinya  bahkan setiap detik kehidupannya untuk membuktikan keimanannya dengan berbuat kebajikan. Beramal hanya karena Allah semata, tanpa mengharapkan diketahui oleh seorang manusiapun. Bukan untuk mendapatkan suara dalam pemilu, bukan mengharapkan kenaikan pangkat , bukan mengharapkan pujian  bahkan ucapan terima kasih. Ia akan senantiasa bekerja dimanapun ia berada, dengan tulus bekerja dan menjalani hidupnya dengan penuh rasa optimis.  Rasa optimis demikianlah yang menyebabkan jiwa akan senantiasa tenang.
Allah swt berfirman yang artinya: “ Barangsiapa  mengharapkan pertemuan  dengan Tuhannya , maka  hendaklah ia mengerjakan  kebajikan dan janganlah dia memepersekutukan dengan sesuatu pun dalam beriadah kepada Tuhannya” Q (18:110)


Optimisme ini akan membawa kekuatan untuk bekerja keras dan sungguh-sungguh dalam memerangi kecenderungan jiwanya untuk melakukan hal-hal yang menghambat perbaikan diri untuk menghadap TuhanNya , Allah swt.  Kita meyakini masa hidup di dunia ini ada akhirnya , kita harus melanjutkan perjalanan menuju kampung akhirat. Kita pun sudah melihat di sekeliling kita satu demi satu orang yang kita sayangi, orang yang kita kenal pergi meninggalkan dunia dan tentunya kembali kepada Allah swt. Karena itu kita harus bekerja keras men-tauhid-kan Allah , beribadah dan bermala sholeh sebagai bukti keimanan kita.  Inilah jalan yang ditempuh agar harapan perjumpaan dengan Allah swt terwujud .Kita akan menjadi manusia yang aktif , tidak pemalas dan mudah putus asa , sabar atas apapun persepsi orang kepada kita , karena semua yang kita lakukan kita tujukan untuk meraih ridho Allah semata. Jiwa kita akan tenang menjalani kehidupan sambil mendambakan perjumpaan dengan Allah swt.  Allah swt berfirman : “ wahai jiwa yang tenang , kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoiNya ” Q 89:27

Minggu, 23 Maret 2014

LPEI HARUS UTAMAKAN UMKM

Angka pengangguran secara nasional lebih dari 9 juta jiwa dari total angkatan kerja. Sebagai salah cara mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, adalah dengan mengandalkan sektor UKM, karena dengan jumlah UKM sebanyak 44 juta unit, diharapkan dapat menyerap tenaga kerja hampir 77 juta jiwa atau sekitar 70 persen dari total angkatan kerja. Persentase jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) terhadap jumlah badan usaha di Indonesia sangat besar, yaitu sekitar 99 persen. Namun kenyataannya berdasarkan data tahun 2006, pertumbuhan jumlah sektor UKM mengalami penurunan, yang hanya 3,88 persen, jika dibandingkan dengan pertumbuhan usaha besar, 5,77 persen.

Kondisi seperti ini sebenarnya sangat memprihatinkan mengingat sektor UKM memiliki potensi penyerapan tenaga kerja yang sangat besar. Lalu apa yang harusnya dilakukan untukpengembangan UKM di Indonesia, menjadi sebuah pertanyaan dan harus ditemukan solusinya. Sebuah Usaha tentunya memerlukan
permodalan yang baik dan memadai. Hal ini pula yang berlaku pada UKM. Komposisi modal UKM biasanya didominasi oleh modal sendiri atau pribadi, dengan jumlah terbatas. Dalam rangka pengembangan bisnis dan pangsa pasar, termasuk untuk ekspor, UKM jelas membutuhkan pembiayaan yang relatif besar.

Di sinilah salah satu permasalahan utama, mengapa UKM sangat sulit berkembang menjadi usaha besar, karena terganjal permasalahan pembiayaan. Khusun untuk pembiayaan eksporternyata bank yang merupakan salah satu lembaga dimana UKM, bisa mendapatkan kredit perbankan ataupun suntikan dana, ternyata dalam prakteknya lebih tertarik membiayai kredit konsumsi dibanding kredit ekspor. Untuk kredit konsumsi, bank memberikan suku bunga 17%. Sedangkan, suku bunga kredit kepada eksportir hanya 12%-13%, akhirnya bank lebih senang memberikan pembiayaan kartu kredit, dan ini juga berlaku hampir semuabank.. Akhirnya, eksportir lebih banyak mendapatkan sumber dana nonpembiayaan., Berkaitan dengan ekspor dan impor, dalam kondisi perbankan tidak bisa optimal memberikan pembiayaan, idealnya harus ada lembaga lain yang fokus dalam pembiayaan ekspor. Praktiknya, sekarang, bank tidak memberikan kredit investasi, juga tidak memberikan kredit ekspor. Keminiman dukungan pembiayaan terhadap kegiatan ekspor menjadikan ekspor belum optimal. Perbankan yang diharapkan dapat berada pada garis terdepan dalam mendukung ekspor ternyata belum optimal menyokong kegiatan ekspor,padahal, tanpa dukungan lembaga perbankan, sulit bagi para pelaku ekspor memperoleh fasilitas pembiayaan, penjaminan, dan asuransi dalam kegiatan ekspor. Data menunjukkandari total kredit perbankan di Indonesia yang sekitar Rp1.000 triliun per Oktober 2007,ternyata hanya sekitar Rp30 triliun yang ditujukan untuk mendukung kegiatan ekspor. Kredit ekspor hanya menempati urutan ketiga setelah kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Kondisi inilah sebenarnya yang menuntut adanya kehadiran Lembagapembiayaan ekspor Indonesia (LPEI) menjadi elemen yang mutlak diperlukan bila hendakmengembangkan investasi dan ekspor Indonesia, khususnya bagi sector Usaha Mikro Kecil Menengah, yang seringkali memiliki akses yang terbatas terhadap modal ekspor. Lembaga ini nantinya tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pemberi bantuan dana yang mengkhususkan diri pada industri dan perdagangan ekspor, namun juga memberikan dukungan terhadap pembiayaan bersama (club-deal/sindikasi), subordinated loans,penjamin dan atau asuransi serta jasa konsultasi (termasuk studi dan penilaian proyek-proyek industri ekspor). Untuk dapat berperan dan berfungsi secara efektif, LPEI perlu beroperasi berdasarkan undang-undang tersendiri dengan status sebagai lembaga otonomi pemerintah (autonomous sovereign entity). Pembahasan UU LPEI menjadi hal yang mendesak untuk segera diselesaikan. Ada beberapa hal yang menjadi yang krusial terkait dengan LPEI ini, yakni diharapkan bahwa LPEI ini nantinya tidak merusak atau mengambil alih mekanisme pembiayaan ekspor yang sudah ada, tetapi juga justru melengkapi; adanya transparansi pada level implementasinya, memiliki kemandirian dan tidak membebani APBN, dan yang paling penting juga adalah bahwa LPEI harus memprioritaskan UMKM, artinya Pembiayaan diberikan sekurang-kurangnya 50% untuk UMKM dalam bentuk modal kerja dan/atau investasi yang diperuntukkan bagi kegiatan ekspor
DR. Nursanita Nasution, ME
Anggota DPR-RI Komisi VI
Email : nursanita252 @yahoo.com HP 08129699264